Tuhan Mengapa Engkau mengambilnya Dariku?

Tuhan mengapa Engkau mengambilnya dariku? Dan kini aku merasa sebagian jiwaku hilang. 

Entahlah, aku belum tahu, apakah aku sanggup kayuh hidup ini tanpa dirimu, kekasih yang selama ini tak pernah terpisah sedikitpun dari sisiku.

Hidupku ini seperti sudah menemukan akhir dari seluruh perjuangan untuk berhenti. 

Aku tak sanggup lagi melanjutkan cerita hidup ini tanpanya. Tapi bagaimana, hidup tidak bisa dihentikan oleh manusia, tetapi hanya Tuhan sajalah. 

Maka cerita hidup ini terus berjalan dengan koma, sampai menemukan titik, dan disitulah cerita berhenti. Akhir dari cerita hidup adalah kematian. 

Sepanjang kehidupan kita terus melahirkan cerita-cerita baru. Tentang cinta, dan bahagia. Tentang suka, dan susah, manis, dan pahit, juga tentang luka.

Bahkan, terkadang cerita itu belum usai, tiba-tiba datang sebuah duka yang meluka. 

Takdir menjemput, dan berkata sudah, disinilah akhir dari semua itu hingga kita tak dapat melanjutkan kisah yang lain, yang penuh ria, dan tawa. 

Kita tak pernah lagi bisa berpeluk hangat, dan mesrah nikmati elusan mentari, dan bau embun pagi yang meraja di atara kita.

Tuhan mengapa Engkau mengambilnya dariku?
Terakhir kali kau bilang, jangan menungguku..Unsplash Images

Kasihku, kini aku hanya dalam kesendirian meratapi hari-hari yang pernah kami ukir bersama. Melahirkan cinta kami. 

Kami punya berjuta kenangan manis, dan pahit selama kau ada di sini, di sisi hati ini. Kami berjuang bersama, kami kerja keras tanpa merasa lelah. 

Bahkan, terkadang sampai lupa mengisi sebutir nasipun di perut, dan seteguk air untuk basahkan tenggorokan kami dari panas matahari yang terasa begitu menyengat.

Kami tak pernah berharap langit menurunkan sekeranjang roti daging, atau semangkuk sayur sop dengan butir-butir telur puyuh yang lezat tanpa keluar keringat. 

Dan itu cuma bisa ada dalam khayalan. Tapi kami bekerja keras tanpa perduli, dan mengenal yang namanya pemalas, apalagi mengasihani diri, juga meminta dikasihani orang lain. 

Ini adalah pantangan hidup kami berdua bukan!

Kau sering menasihatiku agar jangan mudah menyerah

Iya, aku ingat, aku betul-betul ingat semua nasihatmu, agar sekali-kali jangan menyerah dengan keadaan, dan inilah yang membuat kami tidak pernah merasa lelah, sampai akhirnya datang takdir itu menjemputmu. 

Aku menangis, sungguh aku menangis sekencang-kencangnya dalam relungku, karena kau pergi meninggalkan aku tanpa kata akhir sebagai pesan.

Aku belum siap, terlalu mendadak kau pergi.

Yang aku tahu, soreh itu saat kau langkahkan kakimu keluar rumah, ada sebaris kalimat yang terucap dari bibirmu, "tak usah menungguku malam ini, karena mungkin aku tidak bisa pulang." 
 
"Aku masih harus melayani, dan mendoakan orang sakit," "tutuplah pintu, bila sudah larut." Itu saja kata-kata terakhirmu. Dan, ternyata kau memang tidak pulang... kau tidak akan pulang lagi untukku..

Melayani sesama itu pekerjaanmu. Kau masih sempat menyediakan waktu disela-sela kerja keras kami untuk sebuah pelayanan. 

Kadangkala aku marah, karena kau kerap tidak perdulikan kesehatanmu sendiri. Tapi dasar kau wanita keras kepala untuk terus melakukan hal terbaik untuk orang lain [untuk sesama]. Mungkin hatimu terbuat dari surga.

Kecelakaan itu telah merenggut nyawamu, lalu kau tak sadarkan diri sampai akhir...

Aku berdiri di samping tempat kau berbaring dalam sunyi, yang entah kemana jiwamu pergi, dan dimana jiwamu berada..

Sungguh sepi,.. sedih, dan hancur hati berada disampingmu yang telah mendingin.

Aku tak bisa lagi kau nasihati,

Aku tak bisa memelukmu saat hati ini ingin menumpahkan sayang, dan cinta dalam lelah seharian..

Sekarang sejak kau pergi untuk selamanya, aku baru mengerti bahwa pekerjaan melayani sesama begitu berarti bagi dirimu.

Apapun yang terjadi di antara kami berdua tidak boleh ada yang menangis..

Ini kesepakatan kami berdua. Tapi, apakah aku bisa? Dulu ada kau, aku kuat. Sanggupkah aku berjalan sendiri dalam kerasnya hidup tanpa mengadu padamu jika aku sakit, atau jika aku sedang sedih? 

Bahkan kadang-kadang aku merasa kesal, dan ingin menyumpahi keadaan yang kurang berpihak padaku, saat ingin membahagiakanmu.

Tapi, kau sering memarahiku, kau bilang jangan begitu. Kami harus tetap bersyukur bahwa Tuhan selalu memberikan kami makanan hari ini. 

Kami tak pernah mengalami kekurangan. Makanan, pakaian, kesehatan, dan kekuatan, Tuhan penuhi untuk kami. Bahkan yang terpenting adalah napas hidup. 

Aku, dan kamu selalu bisa melakukan segala aktivitas.
Sebagai manusia punya banyak kelemahan, aku merasa takdir itu datang terlalu cepat. Mengapa? 

Aku belum siap. Banyak yang harus ku perbaiki dalam hidup ini bersamanya.

Silahkan nikmati puisi Tuhan mengapa Engkau mengambilnya, dan puisi Maafkan aku.

Tuhan mengapa Engkau mengambilnya dariku?

Hanya dia yang kupunya
Mengapa kau renggutnya dariku?
Inikah cerita hidupku, dan dia?
Aku belum siap Tuhan..

Kasih, masih membekas butir-butir sayang
yang kau ucap disetiap penat
melepas lelah..

Menjuntai doa-doa dalam senyummu..
ketika melihat rautmu yang setengah lelah,
segera kurangkul erat tubuhmu..

Memelukumu dengan kasih
Aku mencintaimuuuuu
seperti mencintai diriku..
Kau adalah aku..

Bahagia kami menyatu

melangit rindu yang tak pernah pupus
 
dan,

Kau selalu menemaniku
disepenuh hari memanggul keringat..

Lalu sekarang kau pergi
menyisahkan sejuta tangis

merajut sepiku..

Tuhan, kuharap bawalah dia

ke surgaMu..

Maafkan aku

Aku harap kau mendengarku
di surga..

Maafkan aku,

Semasa hidupmu
aku tak pernah bisa bahagiakanmu..

Maafkan aku,

Denganku, kau jauh dari manja,
dan hanya ada angan..

Maafkan aku,

Denganku, kau tak bisa punya baju,
dan sepatu seperti mereka..

Maafkan aku,

Karena sungguh aku belum mengabulkan
permintaanmu

membawamu minum jus kesukaanmu
di kota...

Dimana setiap kami melewati mall itu,
kau setengah berbisik padaku,

Mampir yahh,..
Tapi kerap kali mendengar permintaanmu,

Aku selalu menunda,
lagi, dan lagi..

Maafkan aku, aku menyesal..

Jakarta, 2018
Dari yang mencintaimu sampai detik ini..

Catatan: To brother N.S, aku harap brother bisa membaca tulisanku ini. Melalui tulisanku kuucap turut berdukacita yang sangat dalam atas kepergian orang yang tersayang. 
[Belahan jiwamu]. Maafkan aku karena tak bisa hadir menangis bersama berbagi duka. Maafkan juga, karena tulisan ini belum mewakili seluruh rasa hatimu, sedihmu, dan duka yang amat. Hanya ini yang aku tangkap dari seluruh ceritamu.

Pesanku: Jangan terlalu larut dalam dukamu, menangislah sepuas-puasnya, sekencang-kencangnya dalam relungmu, lalu hentikan tangismu jika sepertiga malam telah lalu, dan keluarlah mendapati cahaya mentari, kau harus melanjutkan harimu. Brother masih bernapas kan? Itu berarti Tuhan masih memeliharamu untuk melanjutkan kehidupan.

2 comments for "Tuhan Mengapa Engkau mengambilnya Dariku?"

  1. Huwaaaaaa... spechless, cuman bisa mewek!
    Menunda, lalu semuanya terlambat.
    Tapi kadang memang jalannya sudah seperti itu, dan dibutuhkan keikhlasan buat menerimanya huhuhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba Rey, sebaiknya apa yg bisa dilakukan utk pasangan/org2 yg kita sayangi sewaktu mereka msh hidup, lakukanlah. Jangan menunda, karena, kita gak tau, rahasia hidup ini...

      Menyesal kemudian gak ada artinya...

      Ini kisah nyata, yg membuat aku banyak belajar.

      Delete

Copy paste adalah tindakan yang sangat tidak menyenangkan.