Tuhan Haruskah Aku Membencinya?

Tuhan haruskah aku membencinya? Jujur saja diriku paling tidak suka pertanyaan ini. Apalagi saat mataku terbuka menyambut sejuknya hawa pagi dengan berbagai kegiatan. 

Sebetulnya aku muak sebab bagaimana mungkin aku terpaksa memulai momen yang manis penuh pertanyaan yang menyebabkan hatiku tidak karuan, dan aku sendiri paling tidak suka?

 Terlalu lama aku mengajari diriku, hatiku ini untuk melupakan semua yang terjadi, tapi mengapa begitu sulit bagi batinku untuk melakukannya? 

Aku seolah tak kuasa mendidik diriku sendiri tentang bagaimana cara memaafkan dan melupakan.

Tuhan haruskah aku membencinya?
Apakah diriku harus membenci dia? Unsplash Images

Aku juga tak berdaya menghentikan diri dari rasa benci yang sudah menggerogoti seluruh jiwaku. Jika kamu disakiti, kamu harus berusaha untuk memberitahukan diri kamu sedemikian rupa dengan hal-hal yang positif yang membuat hati dan jiwa kamu kuat, sehingga kamu sanggup bangkit berdiri tegak dan melangkahkan kaki tanpa tertunduk. Kamu tidak terlalu berlarut-larut dalam sakit yang akhirnya meninggalkan luka hingga sulit diobati.

Semua pasti ada sebabnya. Mengapa seseorang harus membenci orang lain. Mungkin saja masalah yang dihadapinya begitu rumit, dan menyakitkan. 

Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dicintainya berulangkali. Membuat luka baru di atas luka lama. Lebih fatal lagi, dia tidak mau tau atau tidak perduli telah menyakiti orang lain. Selalu terulang hal yang sama. Lalu, sampai sebatas mana hati dapat bersabar?

Kita memang menyadari hal ini sangat mengganggu seluruh jiwa kita untuk menjalani hari hidup, namun apakah kamu dan saya mampu berbicara pada hati kita? 

Paling tidak bagaimana caranya menyiram hati kita dengan secangkir air maaf saja. Kamu dan saya tentu tidak dapat membohongi diri sendiri, bahwa terkadang rasa benci itu dapat mengalahkan hati kita yang tadinya adalah pemaaf, penyayang, dan pencinta....

Kita menjadi begitu egois dan angkuh. Bisa saja hal itu terjadi karena sebab-sebab yang di atas. Manusiawi sekali. 

Tapi ingat, semua yang kita pertahankan dalam hati kita akan menjadi sangat tidak berguna jika itu hanya akan menambah beban batin. 

Maka kita sebagai pemilik hati yang terluka harus bekerja keras untuk mengobati rasa sakit ini. Keluar dan lepas. Sebebas-bebasnya pergi meninggalkan keangkuhan. Jika tidak, kita akan mati. Bukan mati badani, tetapi mati rohani.

Benci dapat membuat kita tak berdaya apa-apa

Memang benar benci bukan saja melemahkan tapi menghancurkan. Aku adalah seorang yang cukup pengertian, gampang bergaul dan easy going

Kerapkali membantu memberi solusi bagi sahabatku  untuk menyelesaikan beberapa persoalan hidup. Meluap seperti api emosi mereka. Susah mengendalikan diri, membuatku menempuh cara teradil.

Sangat sulit menyelesaikan sebuah konflik yang sudah berujung marah dan benci. Lalu apakah diriku sudah terbebas dari rasa benci dan marah? 

Tidak, aku manusia normal. Aku juga hampir tidak bisa menguasai amarahku. Aku harus bertengkar dengan amarah dan dengki kemudian menguatkan hatiku untuk menghardiknya dari dalam diri. Di dalam hidup tetap ada rasa marah, benci, kesal.

Semua itu akan lenyap ketika kita mati. Sebenarnya tidak apa-apa jika kita mengeluarkan rasa marah supaya jiwa kita tidak tertekan. 

Namun tidak berlebihan. Semua orang boleh saja bilang; Hapuskan dia dari memori hatimu, bagai virus yang merajalela dan merusak data-data kasihmu.

Tinggalkan dia, lalu tutup pintu hatimu dari dirinya supaya tak lagi tercium harum baunya yang melemahkan saraf-saraf otak, supaya dirimu bisa bangkit, melangkah, dan merakit perahu kehidupan lagi." 

Segampang itukah? Kamu sanggup dengan cepat melakukannya? Saya pikir tidak mungkin, karena semuanya butuh proses.

Lepaskan kebencian itu, jangan biarkan ia menguasai dirimu

Proses melalui dan memulai untuk memulihkan rasa dengki, sakit, down, tidak berdaya dan frustrasi. Hingga tiba di titik tertentu kita menjadi kuat. 

Lepaskan kebencian jangan mengizinkan ia menguasai diri kita. Walaupun berat dan sangat sakit. Masih banyak jalan yang bisa kita pilih. 

Tutuplah pintu hatimu untuk hal yang membuatmu sakit. Biarkan ia terkunci selamanya, dan tak perlu diingat.

Kemudian buka kembali pintu hati Kamu untuk menerima kebahagiaan yang akan datang. Mungkin saya juga pernah membahas mengenai hal benci ini di dalam artikel yang lain. 

Tetapi dengan isi yang berbeda. Pada artikel ini lebih kepada bagaimana mengajarkan diri sendiri untuk bertahan dari hal-hal yang menyakitkan, dan mengalahkan diri sendiri dari sebuah kemarahan dan keegoisan.

Kata-kata bijak
Jangan biarkan kebencian bebas bertakhta di dalam hati kita. Ia dapat merusak jiwa, dan merampas kebahagiaan kita. Selamat menikmati Puisi Tuhan haruskah aku membencinya?

Tuhan haruskah aku membencinya?

Semua orang boleh berkata
Hapuskan saja dia dari ingatanmu
Lupakanlah dia yang tak berguna
dan selalu menyakitimu
Tinggalkan dia lalu
Kebahagiaan kan hampiri...

Jika mencintai itu lebih baik
Mengapa harus ada benci?
Jika sayang itu indah
Mengapa ada marah?
Bukankah Tuhan ciptakan
sebuah hati tuk merasakan
sentuhan dan hangatnya belaian

Kita lahir karena cinta
Kita hidup juga karena cinta
Kadangkala dua insan yang
sedang dimabuk cinta
tak mengerti apa itu cint
Mereka mengira
Cinta itu mesti dibumbui cemburu
Mereka berpikir
Cinta itu harus merasa pahit
Lalu manis madu...
Ada hal-hal yang mesti
kita tahu

Cinta bukanlah bagaimana
kamu mesti merelakan
kebahagiaan diri sendiri pergi
Bukanlah bagaimana
kamu harus melepaskan
kedamaian, ketenangan

Tetapi bagaimana
menghidupkan rasa sayang
Menambah takaran cinta
Menumbuhkan bahagia
dan bagaimana menjaganya..

Sesungguhnya cinta adalah
sebuah kata yang dapat menyatukan
dua yang berbeda dengan kasih
Menyakiti bukan cinta
Cemburu juga bukan
Tapi kau terlalu kuatir
Kamu sedang takut
Ketakutanmu tak beralasan

Jakarta

Post a Comment for "Tuhan Haruskah Aku Membencinya?"